Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Artikel Agama’ Category

Oleh: Dr. ARIFIN, M.Si. *)

Sebagai hamba Allah S.W.T yang dianugerahi kemampuan berpikir dan merasa secara maksimal, maka semestinya setiap langkah perbuatan kita dalam hidup ini harus melalui hasil proses berpikir dan merasa secara jernih. Diantara bagian dari aktivitas prodak berpikir (intelegensi) dan prodak rasa-karsa (Kalbu / Hati nurani) adalah, merenungkan, mengkaji, meneliti, memahami: Apa hakikat tujuan hidup manusia di dunia ini?, Bagaimana metoda atau cara menjalani hidup ini agar meraih kebahagiaan?, dsb. Dengan maksud untuk memberi kontribusi pemikiran dalam menjawab salah satu persoalan tersebut di atas, maka penulis ingin menyampaikan wacana pada pembaca, tentang metoda dalam memeluk Agama Islam. Dalam banyak kajian agama dijelaskan, paling tidak ada enam macam yang harus dilakukan oleh setiap pribadi muslim dalam proses memeluk agama Islam menuju kebahagiaan dan keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat, yaitu:
Pertama, Setiap pribadi Muslim harus betul-betul memahami agama Islam, dan mengapa manusia harus beragama dalam hidupnya. Kenapa manusia harus memahami agama Islam?. Ada beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan alasan, yaitu: (1) Memahami agama Islam (Al Qur’an) merupakan perintah Allah S.W.T (Q.S. Shaad/ 38 : 29); (2) Agama diturunkan Allah berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia dalam segala aspeknya. (Q.S. Al Qashaas/ 28 : 77, dan Q.S. Al Baqarah/ 2: 208); (3) Agama (Al Qur’an) menyajikan beragam i’tibar kehidupan manusia dimasa lalu (gagal-berhasil) yang itu sangat diperlukan ummat manusia berikutnya. Kemudian mengapa manusia harus beragama dalam hidup ini?. Ada beberapa argumentasi, mengapa manusia harus beragama, yaitu: (1) Kehadiran manusia dalam hidup ini membawa keterbatasan kemampuan dalam beragam aspek (Q.S. An Nisa’/ 4: 28, dan Q.S. Al Isra’/ 17: 25); (2) Agama berfungsi memenuhi kebutuhan rohani manusia (Q.S. Yunus/ 10: 57 dan Q.S. Thoha/ 16: 124). Dalam hidup ini ada dua kebutuhan, yaitu jasmani dan rohani, keduanya harus imbang untuk dipenuhi; (3) Pertimbangan ingin meraih kebahagiaan hidup sejati (Q.S. Al Maidah/ 5: 15-16, dan Q.S. Al Ahzab/ 33: 71); (4) Pertimbangan memperoleh kebenaran sejati dalam hidup (Q.S. Al Baqarah/ 2: 147). Kemudian cara memahami agama Islam, diantaranya adalah: (1) Berusahalah untuk memahami bahasanya; (2) Berusaha untuk memahami semua isi ajarannya; (2) Berusaha memahami isi ajarannya secara teoritis dan praktis; dan (3) Berusaha memahami dengan ikhlas, tujuannya benar, merujuk pada Al Qur’an dan Sunnah shakhihah.

(more…)

Read Full Post »

Oleh: Dr. ARIFIN, M.Si *)

Dalam perspektif sosiologi, makna keluarga dibedakan menjadi dua, yaitu: Keluarga inti (nuclear family, ayah-ibu-anak) dan Keluarga luas (extendet family, kerabat istri dan kerabat suami), disamping itu keluarga merupakan kelompok sosial yang paling penting, paling mendasar dan sangat menentukan dalam: (a) Proses sosialisasi (pembelajaran peran-peran sosial); (b) Proses internalisasi (pembentukan akhlak/ kepribadian); dan (c) Proses enkulturasi (pembelajaran akan aturan dan norma budaya) bagi anak. Oleh karena itu kondisi keluarga yang disintegrasi (mengalami kehancuran dalam proses interaksi) akan berpotensi untuk membentuk pola perilaku ayah, ibu dan anak yang eror/rusak. Karena posisi keluarga sangat sentral dalam proses membentuk pola perilaku ayah, ibu dan anak, maka Islam memandang bahwa kolektif keluarga merupakan kunci meraih kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat. Oleh karena itu setiap pribadi muslim harus berjuang dengan sungguh-sungguh dalam upaya membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rakhmah (Q.S.30/ Ar Rum: 21. Dalam perspektif Islam, ada beberapa metode atau cara dalam membangun ukhuwwah / integrasi / kesatuan keluarga menuju rumah tangga yang meraih ketenangan, terlindungi dan penuh kebahagiaan lahir dan batin, antara lain:
Pertama, awali, mulailah dalam membangun keluarga dengan niat ibadah. Atau pilihlah jodoh karena kesamaan dalam agama Islam, jangan memilih hanya karena keturunan, atau cantik-tampan, atau kekayaannya. Memilih jodoh dengan motivasi ibadah karena Allah atau melilih karena pertimbangan kualitas ibadahnya, adalah awal dalam meraih keluarga yang sakinah, mawaddah wa rakhmah (HR. Bukhari-Muslim). Setelah menjadi suami istri, masing-masing harus selalu berusaha berbuat baik/ amal shalih untuk keluarga dan orang lain atas dasar iman yang suci (bersih dari kesyirikan. Allah S.W.T berfirman dalam Q.S.16/ An Nahl: 97, yang artinya “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”
Kedua, berjuanglah setiap hari untuk shalat berjamaah (Ayah, ibu dan anak, meskipun tidak lima waktu) dan setiap hari ada yang membaca/ mengkaji Al Qur’an. Shalat jamaah adalah usaha menyatukan ghirah (semangat) ayah, ibu dan anak dalam melakukan komunikasi spiritual pada Sang Pemilik Hidup ini (Allah S.W.T) untuk menghadapi beragam ujian hidup dalam rumah tangga. Shalat yang khusyuk akan mampu mencegah berbuatan keji dan mungkar dalam keluarga (Q.S.29/ Al Ankabut: 45). Disamping itu setiap hari upayakan di rumah ada yang mengkaji dan membaca Al Qur’an. Membaca atau mengkaji Al Qur’an adalah salah bentuk dzikir kepada Allah, sehingga hati menjadi tenang dan insya Allah rumah itu akan terakhmati oleh-Nya (Q.S.13/ Ar Ra’d: 28 ).
Ketiga, suami, Istri dan anak harus berjuang seiring-seirama disetiap detik untuk membangun sikap mental dan perilaku sabar dan tawakkal. Hanya dengan perilaku sabar dan tawakkal yang akan mampu menyelesaikan beragam ujian hidup keluarga di sepanjang usianya. Allah S.W.T akan menguji setiap hamba melalui pintu: (a) kegalauan, kegelisahan hati-pikiran; (b) ketebatasan diri manusia; (c) terkurangi harta miliknya; (d) sehat dan sakit fisiknya; dan (e) tempat dia mencari rizqi (Q.S.2/ Al Baqarah: 155). Sabar dan tawakkal pada Allah S.W.T akan mampu mengeluarkan manusia dari beragam ujian tersebut.
Keempat, bekerja, dan berkaryalah terus tanpa henti dengan bekal kemampuan yang dimiliki masing-masing. Suami-istri dan anak harus terus berkarya, bekerja dan beramal dengan baik, dan orientasinya (tujuan akhir) hanya mengharap pertolongan dan ridha Allah semata. Jangan sekali-kali bekerja, berkarya dalam keluarga karena ingin dipuji oleh suami-istri, anak dan mertua atau orang lain. Kesalahan orientasi dan motivasi dalam berkarya adalah sumber bencana dalam rumah tangga (Q.S. 6/ Al An’am: 82; Q.S. 17/ Al Isra’: 22; Q.S. 94/ Al Insyirah: 7-8; Q.S. 46/ Al Ahqaaf; 19). Kesalahan tujuan, motivasi dan orientasi dalam bekerja, berkarya akan memunculkan sikap tercela, yaitu: iri-dengki, egoisme, sombong, mudah mencaci maki sesama anggota keluarga ( Q.S. 49/ Al Hujurat: 11-12); dan menganggap dirinya paling berjasa dalam keluarga, paling baik, paling suci dalam hidup (Q.S. 53/ An Najm: 32). Baik suami atau istri harus saling membantu dengan tulus dan sesuai dengan kemampuannya dalam persoalan pemenuhan kebutuhan materi, renungkan firman Allah dalam Q.S. 65/ Ath Thalaq: 6, yang artinya “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”
Kelima, berjuanglah terus setiap detik untuk membangun akhlak mulia, yaitu: (a) ikhlas dalam berbuat; (b) saling menolong antar suami-istri-anak dan anggota kerabat, renungkan firman Allah S.W.T dalam Q.S. 9/ At Taubah: 71, yang artinya “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka (saling) menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar…”; (c) saling memaafkan apabila ada anggota keluarga yang khilaf; dan jangan membangun hati-pikiran yang keras, arogan dalam keluarga (Q.S. 3/ Ali Imran: 134 dan 159; Q.S. 4/ An Nisak: 36; Q.S. 42/ Asy Syuara: 23); dan (d) jangan ada dalam kehidupan keluarga suami/ istri/ anak saling menguasai dengan cara-cara yang batil (pemaksaan kehendak), renungkan firman Allah S.W.T dalam Q.S. 4/ An Nisa’: 19, yang artinya “Hai orang-orang beriman, tiada halal bagimu mempusakai/ memiliki perempuan dengan cara paksaan dan jangan (haram) engkau buat istrimu susah/ menderita…Dan bergaullah dengan mereka secara patut (berakhlak)”.
Setiap pribadi muslim harus selalu menyadarkan dirinya, bahwa: (a) dirinya adalah mahkluk yang lemah, tidak mampu memenuhi segala keinginannya; (b) dirinya adalah tidak lepas dari kekhilafan dan perbuatan dosa; (c) kesempatan hidup yang terbatas usia, dan kematian adalah awal pertanggungjawaban semua perilaku; dan (d) hidup ini adalah berjuang untuk berubah yang lebih baik dan semata-mata untuk mengharap ridha Allah S.W.T . Apabila keempat hal tersebut menyatu/ lekat/ kokoh dihati setiap hamba, insya Allah dia akan menjadi hamba yang suka menolong anggota keluarga dan orang lain, suka memaafkan kekhilafan orang lain; dan tidak berhati arogan, otoriter, sewenang-wenang.
Keenam, masing-masing anggota keluarga atau kerabat, mempunyai semangat yang sama dalam mengajak untuk dekat kepada Allah S.W.T (berdakwah) atau berlomba untuk berbuat baik, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing, dengan cara: (a) hikmah (penuh cara/ metode) yang bijak; (b) menggunakan ilmu pengetahuan atau berpikir jernih tidak emosional (maw’idhatul hasanah); dan (c) selalu mengedepankan dialog, komunikasi dua arah antara masing-masing pihak, dan tidak saling mengklaim paling benar (al mujadalah al hasanah) (Q.S.16/ Al Nahl: 90 dan 125). Mengajak orang lain untuk berbuat baik, “belum tentu bernilai baik dan berhasil dengan baik”, apabila metode atau caranya tidak benar, yaitu: Tidak bil hikmah; Tidak al maw’dhatul hasanah; dan Tidak al mujadalah al hasanah. Menyampaikan kebenaran ayat-ayat Allah S.W.T, baik untuk lingkungan keluarga atau masyarakat luas, apabila menggunakan pendekatan kekerasan, pemaksaan dan ancaman, hanyalah akan membawa kehancuran hidup keluarga dan masyarakat. Hakikatnya manusia diciptakan untuk: (a) beribadah pada Allah S.W.T (Q.S.51/ Az Zariyaat:56); (b) memakmurkan bumi/ bukan membuat bencana di bumi (Q.S. 11/ Hud: 61); (c) sebagai khalifah/ pemimpin di bumi (Q.S. 24/ An Nur: 55); (d) berakhlak mulia (Q.S.4/ An Nissak: 36), dan masih banyak kecenderungan positif lainnya.
Apabila keenam aspek tersebut telah menyatu padu dengan kokoh dalam lubuk hati-pikiran setiap anggota keluarga (ayah-ibu-anak), insya Allah, suatu keluarga dan kerabat itu akan terbangun kehidupan keluarga yang bahagia, dan apabila ada kendala ujian hidup keluarga insya Allah akan segera bisa teratasi atas ijin dan bimbingan Allah S.W.T. Oleh karena itu kita semua tidak boleh merasa lelah, patah semangat dan berhenti dalam proses hidup ini untuk terus mewarnai proses kehidupan rumah tangga kita masing-masing dengan keenam hal tersebut di atas. Insya Allah, Allah Yang Maha Kasih dan Maha Segalanya akan menolong kita.
*) Penulis adalah guru SMA dan dosen FIS di Universitas Brawijaya, serta peminat studi Sosiologi Agama

Read Full Post »

Oleh: Dr. ARIFIN, M.Si.

Beberapa konsep mendasar yang diungkap oleh Al Qur’an tentang keberadaan ilmu adalah: Ayat Al Qur’an yang pertama diturunkan bukan berbicara tentang ekonomi, politik dan keluaga, tetapi bersentuhan dengan indikator ilmu (Q.S. 96/ Al ‘Alaq:1-5). Hakikatnya segala ciptaan Allah S.W.T yang ada di langit dan di bumi hanya diperuntukkan bagi orang yang berilmu pengetahuan, bukan untuk orang yang “bodoh” (QS. 29/ Al Ankabut:43). Allah S.W.T akan mengangkat derajat yang tinggi setiap hamba-Nya yang beriman dan berilmu pengetahuan (Q.S 58/ Al Mujaadalah:11). Hamba yang takut kepada Allah S.W.T adalah hamba yang berilmu pengetahuan (ulama) (Q.S. 35/ Faathir: 28). Allah S.W.T memperlakukan sangat beda antara hamba-Nya yang menguasai Iptek dan yang tidak menguasai Iptek (Q.S. 39/ Az Zumar: 9). Lebih dari 780 ayat Al Qur’an menyinggung tentang pentingnya science (ilmu pengetahuan) dalam kehidupan di dunia (Ghulsyani,1994). Permasalahannya adalah: Mengapa kondisi ummat Islam dewasa ini tidak berada dalam posisi elit, sebagai pengendali dunia dengan penguasaan Iptek yang tinggi sebagaimana yang dianjurkan Al Qur’an?; dan mengapa penguasaan Iptek dewasa ini oleh ummat Islam merupakan suatu keharusan (keniscayaan)?. Dua permasalahan inilah yang akan dianalisis dalam makalah singkat ini, semoga menjadi bahan renungan bersama.
Banyak faktor yang menyebabkan kondisi ummat Islam dewasa ini tidak mampu meraih posisi elit dalam percaturan kehidupan global, antara lain: Pertama, mayoritas sikap mental, motivasi ummat Islam dalam membaca, menulis dan meneliti tentang fenomena sosial-alam adalah sangat rendah. Mentalitas dan perilaku inovatif, kreatif dan selalu tidak puas terhadap karya yang ada ummat Islam relatif rendah. Hal ini terjadi, faktor penyebabnya adalah kesalahan sistem dakwah, yang lebih mengkondisi manusia untuk tidak kreatif-inovatif. Sistem dakwah Islamiah dewasa ini melupakan prinsip/ makna yang dianjurkan Al Qur’an, yaitu bil hikmah (kebajikan/ secara multidimensional), al maw’idhatul hasanah (wacana keilmuan yang baik) dan al mujadalah al hasanah (dialog-diskusi menuju kualitas hidup) (Q.S. 16/ An Nahl:125). Sistem dakwah yang meniadakan tiga prinsip tersebut hanya akan mengubur ummat Islam kedalam ketidakberdayaan hidup; Kedua, mayoritas sikap mental dan pola perilaku sehari-hari ummat Islam masih mencerminkan disintegrasi dalam membangun ukhuwwah Islamiah. Perbedaan sudut pandang dalam fiqih, perbedaan organisasi dakwah dan perbedaan sarana ibadah dijadikan/dianggap sebagai kriteria/ukuran “keridhaan Allah S.W.T”, yang kemudian menjastifikasi perilaku perpecahan dan konflik antar ummat Islam. Sikap ummat Islam lebih bersikat eksklusif, primordialisme golongan mewarnai aplikasi ibadah. Realitas sikap mental dan perilaku ummat Islam tersebut tentu sangat memudahkan bagi musuh Islam untuk tetap menjadikan ummat Islam sebagai kelompok yang termarjinalkan; dan Ketiga, tingkat pemahaman ummat Islam pada kitab suci Al Qur’an dan Sunnah lebih bersifat tekstual daripada kontekstual atau hanya sebatas lahir atau kulitnya. Hanya dengan pemahaman secara integratif tekstual-kontekstual terhadap pesan-pesan suci Al Qur’an dan sunnah Rasulullah s.a.w. ummat Islam akan mampu menyikapi beragam problem kehidupan dunia yang kompleks/ multidimensional, sehingga ummat Islam mampu meraih posisi elit (khaira ummah) dalam kehidupan di dunia.
Basic problem (problem dasar) yang menjadi akar penyebab semua permasalahan ummat Islam dewasa ini adalah “rendahnya kualitas sumber daya manusia muslim dalam penguasaan Iptek”. Oleh karena itu solusi utama dalam memecahkan seluruh problem ummat Islam adalah, semua ummat Islam harus segera melakukan rekonstruksi bahkan bila perlu dekonstruksi sikap mental dan pola perilaku sehari-hari untuk: (1) mencinta perkembangan Iptek (Q.S 58/ Al Mujaadalah:11); (2) dinamik, kompetitif dalam mencapai keunggulan/ kualitas hidup (Q.S.2/ Al Baqarah: 148); (3) selalu tidak puas terhadap karya yang telah dicapai (Q.S. 94/ Al Insyirah: 7-8); (4) mensterilkan keimanan dari unsur kesyirikan (Q.S. 6/ Al An’am: 82); (5) selalu berinovasi/ hijrah (membaharui) dan bersungguh- sungguh dalam menjalani perencanaan hidup (Q.S. 8/ Al Anfal: 74); dan (6) saling tolong menolong untuk meraih kualitas dan keunggulan hidup (Q.S. 5/ Al Maidah: 2 dan Q.S. 49/ Al Hujurat: 10).
Al Qur’an sebagai kitab suci ummat Islam, semestinya harus menjadi rujukan, pedoman pokok semua aktifitas hidup sehari-hari baik secara individu atau berkelompok. Bahkan bila perlu ummat Islam menganggap “haram” membaca/ mengkaji/ menganalisis informasi dari sumber-sumber bacaan lain sebelum terlebih dahulu membaca/ mengkaji dan menganalisis informasi dari Al Qur’an. Hal ini disebabkan Al Qur’an: (1) sebagai pedoman hidup manusia (Q.S.45/ Al Jaatsiyah:20); (2) sebagai penerang/penjelas segala sesuatu dalam hidup ini (Q.S. 16/ An Nahl: 89); (3) sebagai pengungkap/ tidak ada yang tersembunyi apa saja di jagat raya ini, semua ada dalam kitab suci (Q.S. 34/ As Sabak: 3); dan (4) mencakup apa saja yang diperlukan bagi petunjuk dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat (Q.S. 6/ Al An’am: 38 dan Q.S. 16/ An Nahl:89). Agar ummat Islam mampu memahami dan mengaplikasikan isi Al Qur’an disetiap aspek kehidupannya menuju predikat khairu ummah di dunia, maka ummat Islam harus terus meningkatkan kualitas ilmu dan ketrampilannya, dengan kata lain ummat Islam harus menguasai Iptek.
Beberapa ayat Al Qur’an yang menyinggung betapa pentingnya ummat Islam menguasai Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) untuk mencapai keunggulan hidup, antara lain: (1) Allah S.W.T memerintahkan agar ummat Islam selalu melakukan observasi terhadap segala fenomena sosial-alam, untuk meningkatkan kedekatannya kepada Allah S.W.T (Q.S. 3/ Ali Imran: 190-191); (2) Allah S.W.T memciptakan segala sesuatu menurut ukurannya (Q.S. 15/ Al Hijr: 19), ciptaan yang serba berpasang-pasangan tersebut agar manusia mengingat akan kebesaran Allah S.W.T/ menjadi peringatan (Q.S. 51/ Zaariaat:49); (3) Hakikat perintah shalat disamping mencegah perbuatan keji dan mungkar adalah untuk membangun sikap mental manusia agar menghargai/ disiplin terhadap waktu (Q.S.4/ An Nisaak: 103); (4) Perintah untuk mengembangkan teknologi (kapal) dengan memperhatikan petunjuk wahyu Allah S.W.T, dan jangan ikuti orang-orang yang dhalim (Q.S. 11/ Hud: 37); (5) Perintah Allah S.W.T untuk membuat/ mengembangkan teknologi baju dari besi dan perintah mengerjakan amal shalih (Q.S. 34/ As Sabak: 10-11); (6) Perintah untuk memperhatikan dampak negatif dari pengembangan teknologi. Oleh karena itu dilarang untuk menimbulkan kerusakan/pencemaran di muka bumi (Q.S.7/ Al A’raaf: 56); (7) Allah S.W.T memerintahkan agar manusia mengkaji seluruh aspek alam dan menemukan misteri penciptaan-Nya (Q.S. 29/ Al Ankabuut: 20); dan (8) Allah S.W.T memerintahkan manusia untuk memahami hukum-hukum alam dan mengeksploitasinya untuk kesejahteraan ummat manusia dengan tidak melampaui batas syariah (Q.S. 55/ Ar Rahman: 5-9). Masih banyak prinsip dalam Al Qur’an yang menyinggung tentang pentingnya ummat Islam untuk menguasai Iptek demi terwujudnya kesejahteraan hidup ummat manusia di dunia.
Berdasarkan beberapa ayat Al Qur’an tersebut diperoleh kesimpulan, bahwa ummat Islam wajib mengusai Iptek dengan tetap memperhatikan syariah dan semua pengembangan Iptek harus memperkokoh tauhid dan memberi kemaslahan ummat. 

*) Penulis adalah guru SMA Islam, dosen FIS di Universitas Brawijaya

Read Full Post »